Jumat, 22 Oktober 2010

Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN)

1. Sejarah
Tahun 1986 areal hutan di Provinsi Riau seluas ± 9.456.160 ha ditunjuk sebagai kawasan hutan, diantaranya terdapat Kelompok Hutan Tesso Nilo seluas 38.576 ha di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu yang berada pada kawasan Hutan Produksi Terbatas, yang merupakan areal HPH PT. Inhutani IV yang telah dicabut izinnya oleh Menteri Kehutanan pada Agustus 2003, karena akan diubah fungsinya menjadi Taman Nasional Tesso Nilo yang diresmikan pada 19 Juli 2004 (berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 255/MENHUT-II/2004). Namun, sampai sekarang di sekeliling taman ini masih terdapat kawasan HPH.



2. Geologi dan tanah
Menurut Verstappen (1973), bagian Timur kawasan ini berupa rawa dataran rendah, sedangkan bagian Baratnya adalah dataran rendah. Ciri kondisi litologinya adalah bahan organik semi lapuk yang berasal dari gambut tropis zaman kuarter, batuan pasir Kaolinit, batuan liat dan tufa asam yang sudah mengalami proses pelapisan sedimen dari zaman kuarter (Lamonier, 1997). Penggolongan tanah oleh USDA, jenis tanah yang mendominasi adalah Tropohemist (sekarang Haplohemist) dan Paleudults.




3. Topografi dan Iklim
Topografi relatif datar dan sedikit bergelombang dengan kemiringan 10º – 15º dan ketinggian tempat 100 – 200 mdpl. Tipe iklim sangat basah dengan jumlah curah hujan tahunan 2000 – 3000 mm.

4. Lokasi
Terletak di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau (01º 17′ – 03º 36′ LS dan 101º 31′ – 102º 44′ BT). Kawasan ini melintang pada garis equator di antara Pangkalan Kuras (Kabupaten Pelalawan) dan Lipat Kain (Kabupaten Kampar).
Kawasan hutan Tesso Nilo dapat ditempuh melalui jalan darat dari Kota Pekanbaru selama ± 5 jam melalui jalan koridor milik PT. Riau Andalas Pulp and Paper, yaitu jalan logging yang digunakan untuk mengangkut kayu tebangan. Oleh karena itu, pemerintah provinsi Riau berencana untuk memutus jalan ini agar mengurangi kegiatan pembalakan liar.
Selain itu, untuk mencapai lokasi TNTN, dapat dilakukan dengan kendaraan umum atau pribadi dengan perjalanan selama 3 jam menuju pintu masuk TNTN di Ukui II, Pelalawan, Riau. Dari pintu masuk menuju TNTN dapat menggunakan angkutan desa menuju Desa Lubuk Kembang Bunga dengan waktu perjalanan sekitar 1 jam.

5. Flora
Flora TNTN merupakan transisi dataran rendah dan tinggi dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku. Flora yang dilindungi dan terancam punah seperti kayu bata (Irvingia malayana), kempas (Koompasia malaccensis), jelutung (Dyera costulata), kayu kulim (Scorodocorpus borneensis), tembesu (Fagraea fragrans), gaharu (Aquilaria malaccensis), ramin (Gonystylus bancanus), keranji (Dialium sp.), meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), dan beberapa jenis durian (Durio sp.).
Selain itu, juga terdapat 82 jenis tanaman obat. Diantaranya kunyik bolai (Zingiber purpureum), jarangau (Acorus calamus), lengkuas putih (Alpina galanga), akar bulu (Argyreia capitata), sundik langit (Amorphopalus sp.), akar kayu kuning (Lepionurus sylvestri ) yang merupakan obat penyakit kuning, dan Patalo atau pasak bumi (Eurycoma longifolia) sebagai obat malaria dan obat kuat, biasanya akarnya dicampur dengan janin kijang yang diambil dari kandungan induknya kemudian direndam dengan alkohol.
Hutan alam taman ini, menyimpang berbagai jenis kayu seperti Kayu Batu (Irvingia malayani), Kempas (Koompasia malacennsis), Jelutung (Dyera polyphylla), Tembesu (Fagraea fragrans), Gaharu (Aqualaria malacensis), Ramin (Gonystylus bancanus), Meranti-merantian (Shorea Sp.) dan Kruing (Dipterocarpus sp.).
6. Fauna
Fauna taman ini merupakan habitat bagi tiga persen dari seluruh mamalia di dunia. Terdapat 114 jenis burung, 33 jenis herpetofauna, 644 jenis kumbang, 23 jenis mamalia, 3 jenis primata, 15 jenis reptilia, 18 jenis amfibia dan berbagai jenis serangga. TNTN juga merupakan kawasan konservasi gajah dengan 60-80 ekor gajah. Pengunjung dapat mengelilingi taman ini sambil menunggangi gajah atau ikut berpatroli bersama tim Flying Squad. Pengunjung yang ingin memacu adrenalinnya dapat secara langsung menggiring gajah-gajah liar ke habitatnya. Pengunjung juga dapat menjumpai jejak-jejak harimau Sumatera, tapir, beruang, macan dahan dan lainnya.
Kawasan ini dibelah oleh 2 sungai, Sungai Tesso dan Nilo. Sungai tersebut memiliki potensi perikanan sekitar 50 jenis ikan. 31 jenis ikan di keluarga genera, 16 familia dan 4 ordo. Sedangkan fauna langka yang dilindungi di TNTN adalah Beruang Madu, Tapir, Ungko, Lutung Budeng, Macan Dahan, Berang-berang, Babi Hutan, Burung Rangkong, Kuaw dan lain-lain.
1. Mamalia
Seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarcos malayanus), rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus javanicus), babi hutan (Sus sp.), tapir (Tapirus indicus), dan bajing (Callosciurus .).
2. Burung
Seperti beo Sumatera (Gracula religiosa), burung kipas (Rhipidura albicollis), elang ular (Spilornis cheela), alap-alap capung (Microchierax fringillarius), kuau (Argusianus argus), burung udang pungung merah (Ceyx rufidorsa), julang jambul hitam (Aceros corrugatus), kangkareng hitam (Anorrhinus malayanus), rangkok badak (Buceros rhinoceros), ayam hutan (Gallus gallus), dan betet ekor panjang (Psittacula longicauda).
3. Primata
Seperti owa (Hylobates la agilis), lutung simpai (Presbytis femoralis), dan beruk (Macaca nemestrin ),
4. Reptil
Seperti ular kawat atau ular hitam (Ramphotyphlops braminus), ular kopi (Elaphe flavolineata), Ular picung air (Xenochrophis trianguligerus), ular cabe kecil (Maticora intestinalis), ular sendok, ular kobra (Ophiphagus hannah), sanca sawah (Python reticulatus), ular gendang/phyton darah sumatera (Python curtus), dan buaya sinyulong (Tomistoma schlegeleii).
5. Amphibia
Seperti katak serasah berbintik (Leptobrachium hendricksoni), kodok buduk sungai (Bufo asper), kodok buduk (B. melanostictus), katak lekat (Kalophrynus pleurostigma), percil bintil (Microhyla heymonsi), katak sawah (Fejervarya cancrivora), katak kangkung (Limnpnectes malesianus), katak batu (L. macrodon), bancet rawa sumatera (Occodozyga sumatrana), kongkang kolam (Rana chalconota), kongkang gading (R. erythraea), kongkang kasar (R. glandulosa), kongkan racun (R. hosii), kongkang jangkrik (R. nicobariensis), dan kongkang sungai totol (R. signata).
6. Ikan
Jenis ikan yang paling melimpah adalah ikan pantau (Rasbora bankanensis), ikan baung (Hemibagrus nemurus) yang merupakan ikan konsumsi yang terkenal di daerah Riau dan Jambi, ikan julung-julung (Hemirhampodon), dan ikan segitiga (Rabora heteromorpha) yang merupakan ikan hias.
7. Keistimewaan
Kawasan TNTN seluas ± 38.576 ha merupakan langkah awal untuk mewujudkan TNTN seluas ± 185.000 ha yang akan menjadi habitat bagi pelestarian Gajah Sumatera di masa mendatang. Hutan Tropis di TNTN menyimpan berjuta flora dan fauna yang sulit ditemukan di belahan dunia lainnya. Dengan kawasan tutupan vegetasi mencapai 90 %, TNTN memiliki potensi flora dan fauna yang paling besar dan terbanyak di dunia., yaitu 215 jenis pohon dari 48 famili dan 305 jenis dari 56 famili. Ditemukan juga 82 jenis tumbuhan obat-obatan yang terdiri dari 78 marga yang masuk dalam 46 famili dengan kasiat mampu mengobati 38 jenis penyakit, dan 4 jenis tumbuhan racun ikan.
Bahkan, menurut peneliti asal Inggris, Andrew N Gillison, TNTN memiliki keanekaragaman hayati terbesar dan terbanyak jenisnya di seluruh dunia. Ia memetakan setiap 200 km2 hutan memiliki 218 species vegetasi.
Survey Puslit Biologi LIPI mengidentifikasikan 34 jenis mamalia, 18 jenis diantaranya adalah satwa yang dilindungi dan 16 jenis lainnya rawan punah berdasarkan IUCN.


8. Potensi Wisata
• Wisata eksotis hutan tropis, baik dilakukan dengan menyusuri sungai maupun jalan eks logging.
• Wisata pengamatan burung, flora dan fauna, mengikuti patroli gajah bersama tim flying squad serta menyaksikan upacara pengambilan madu di pohon Sialang oleh masyarakat lokal.
• Atraksi kehidupan gajah liar dan atraksi satwa lainnya.
• Panorama hutan.

9. Pengelolaan
Pengelolaan dilakukan dengan sistem zonasi yang diselenggarakan oleh Balai Konservasi SDA Riau sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan, yaitu :
1. Zona inti
2. Zona pemanfaatan
3. Zona rimba yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian SDA hayati dan ekosistemnya.

10. Manfaat

Zona inti :
1. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan
2. ilmu pengetahuan
3. pendidikan
4. kegiatan penunjang budidaya
Zona pemanfaatan :
1. pariwisata alam dan rekreasi
2. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan
3. pendidikan dan atau
4. kegiatan penunjang budidaya
Zona rimba :
1. penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan
2. ilmu pengetahuan
3. pendidikan
4. kegiatan penunjang budi daya
5. wisata alam terbatas.

0 komentar:

Posting Komentar